"Itu sudah perintah (mandatory) undang-undang. APBN yang ditetapkan setiap tahun itu harus dibuat secara transparan dan bisa dimanfaatkan oleh sebesar-besar kemakmuran rakyat. Bukan melulu soal angka pertumbuhan ekonomi yang sebesar itu," kata Kamaruddin selepas Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi XI Jakarta, Senin (10/9/2012).
Hingga saat ini, pemerintah memang mendapat pujian, baik dari tingkat Asia maupun global, bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu tumbuh dengan baik. Pertumbuhan ekonomi negara lain hanya naik tipis, stagnan, bahkan anjlok karena krisis Eropa.
Namun, Kamaruddin menganggap bahwa pertumbuhan ekonomi itu tidak ada artinya, khususnya bila tidak mencerminkan indikasi-indikasi mikro, seperti angka penurunan kemiskinan, penurunan tingkat pengangguran, hingga penciptaan lapangan kerja baru. "Maka kami minta angka indikator tersebut bisa dimasukkan sehingga indikator pertumbuhan ekonomi bisa lebih jelas diketahui masyarakat," ujarnya.
Kamaruddin menganggap bahwa pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4 persen pada kuartal II-2012 hanya mencerminkan ekonomi perkotaan. Padahal, sekitar 80 persen masyarakat Indonesia masih hidup di pedesaan. Kamaruddin ingin agar angka-angka pertumbuhan ekonomi itu bisa mencerminkan ekonomi pedesaan secara menyeluruh, yaitu berdasarkan indikator-indikator mikro yang bisa dilampirkan di APBN tahun depan.
"Apa artinya angka 6,4 persen bagi masyarakat pedesaan, kalau mereka masih sengsara, susah cari kerja, daya beli juga susah. Kita tidak akan menyetujui RAPBN tersebut kalau pemerintah tidak mau mencantumkan indikator tadi," kata Kamaruddin.