BBC Indonesia
Pemerintah Indonesia terus melakukan penelusuran orang-orang yang pernah berhubungan dengan pasien Covid-19, namun bersikeras tidak mengungkap detailnya kepada publik.
Hingga Kamis (12/03), 34 orang dinyatakan positif Covid-19 setelah ada tambahan tujuh orang warga negara Indonesia yang disebut mayoritas terinfeksi di luar negeri.
Sebelumnya, satu pasien yang disebut Kasus 27 diduga merupakan kasus local transmission atau terpapar virus di dalam negeri karena tidak bisa dikaitkan dengan kasus positif yang sudah ada. Namun kemarin juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, mengatakan ia termasuk dalam subklaster Jakarta.
Achmad menjelaskan, Kasus 27 tertular dari pasien 20, yang tertular dari pasien 01. "Ternyata (Kasus 27) kontak dekat dengan pasien 20, klaster pasien 01," ujarnya.
Pada hari Rabu (11/03), Achmad mengatakan pemerintah masih melakukan penelusuran atau contact tracing terhadap pasien tersebut; kontak terdekatnya sudah beberapa kali diuji dan hasilnya negatif. Namun ia tidak menyebut daerah asal si pasien karena Covid-19 adalah penyakit yang "tidak memiliki arti terkait dengan daerah."
"Penyakit ini faktornya orang, bukan daerah ... Misalnya rumah saya di Bogor, saya sehari-hari enggak di Bogor kok. Saya bisa bergerak ke mana-mana. Artinya bukan daerah yang menjadi ukuran."
- Satu pasien positif virus corona di Indonesia meninggal dunia, Pemprov Bali 'awasi 21 orang yang pernah kontak'
- Bagaimana wabah virus corona memaksa eksperimen 'kerja dari rumah' nasional
- Ketika wabah virus corona berdampak pada ibadah agama
Bagaimanapun, ia mengakui bahwa salah satu kendala dalam melakukan tracing adalah sering kali pasien positif Covid-19 tidak mampu mengingat dengan baik riwayat perjalanannya dan orang-orang yang ditemui selama 14 hari ke belakang. "Ini yang menjadi tantangan kita," ujarnya.
Mengapa Korsel menjabarkan tempat yang dikunjungi pasien virus corona?
Kebijakan pemerintah Indonesia berbeda dengan Korea Selatan. Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan, Umar Hadi, mengatakan otoritas kesehatan setempat bersikap transparan dalam menyampaikan informasi tentang perkembangan wabah Covid-19.
Ia menjelaskan, Korea Center for Disease Control (KCDC) mengirimkan informasi perkembangan terbaru kasus Covid-19 dua kali sehari langsung ke telepon genggam warga. Otoritas kesehatan di tingkat kecamatan juga menjabarkan tempat-tempat yang pernah dikunjungi pasien Covid-19 tanpa mengungkap identitas mereka.
"Dan setelah diketahui ke mana ia bergerak langsung dilakukan disinfektan, disemprot tempat itu. Jadi publik bisa lihat. Ada transparansi informasi," tuturnya kepada BBC News Indonesia.
Menurut Umar, karakteristik warga Korea Selatan memang berbeda dengan Indonesia. Warga di sana sudah terbiasa menerima peringatan darurat dari otoritas setempat dalam bentuk SMS karena negara tersebut kerap mengalami masalah dengan debu halus akibat polusi.
"Jadi saya kira keterbukaan seperti itu bisa dipahami," kata Umar.
Bagaimanapun, informasi yang diberikan otoritas Korea Selatan bisa begitu detail sehingga warganya menjadi lebih takut pada stigma daripada virus Covid-19 itu sendiri.
Mengapa pemerintah Indonesia bersikap hati-hati?
Pemerintah Indonesia sebelumnya mengungkap bahwa dua orang pertama yang dinyatakan positif Covid-19 mengunjungi dua kelab dansa di Jakarta. Namun timbul kemarahan setelah Wali Kota Depok mengungkap identitas kedua orang itu, yang membuat mereka merasakan beban psikologis.
Sejak itu, pemerintah telah mengeluarkan protokol komunikasi terkait penanganan Covid-19. Achmad Yurianto mengatakan pemerintah lebih berhati-hati dalam mengungkapkan informasi terkait penelusuran kasus karena tingkat pemahaman masyarakat Indonesia belum seperti di negara-negara lain.
"Jadi mohon maaf kalau tidak bisa kita buka lebar begitu karena responnya macam-macam. Responnya macam-macam, sangat beragam, dari belumnya pemahaman yang sama di antara kita," ujarnya.
Ia memberi contoh penolakan masyarakat ketika pemerintah menetapkan Natuna sebagai tempat observasi bagi 238 mahasiswa yang dipulangkan dari Wuhan, China.
"Oleh karena itu kita betul-betul hati-hati tetapi komunikasi antar dinas kesehatan sudah dalam satu sistem dan mereka bekerja pada sistem itu," imbuhnya.
Ombudsman: Harus diumumkan setelah proses penelusuran berakhir
Anggota Ombudsman, Ahmad Suaedy, memahami dilema pemerintah. Ia berpendapat pemerintah memang sebaiknya merahasiakan informasi tentang orang dan tempat saat melakukan penelusuran kasus. Menurutnya, "akan lebih banyak ruginya" bila informasi tersebut dibuka ke publik.
"Karena akan terjadi akan saling curiga, atau menimbulkan diskriminasi," ujarnya.
Namun informasi tersebut harus diumumkan kepada publik setelah proses penelusuran berakhir, kata Ahmad.
"Untuk sementara kalau suatu tempat dicurigai sebagai salah satu sumber, bisa dilakukan pencegahan dengan cara-cara yang tidak menimbulkan kecurigaan."
Bagaimanapun, beberapa masyarakat berpikir pemerintah sebaiknya mengungkap detail penelusuran kasus Covid-19 — meski ada juga yang merasa keterbukaan tidak selalu merupakan kebijakan terbaik.
Hingga Rabu (11/03) sore, pasien positif Covid-19 di Indonesia menjadi 34 orang, setelah ada tambahan tujuh orang yang disebutkan mayoritas terinfeksi di luar negeri.
Seorang pasien positif Covid-19, WNA perempuan berusia 53 tahun, meninggal dunia pada Rabu dini hari. Ia disebut telah mengidap penyakit lainnya sebelum terinfeksi virus corona.